Persahabatan,
cinta, impian, nasionalisme, itulah yang dapat dipetik pelajaran dari
sebuah film dari Rizal Mantovani berjudul “5 cm”, yang disadur langsung
dari novel karya Donny Dhirgantoro. Dalam kehidupan kita, seorang teman,
sahabat merupakan bagian terpenting yang mewarnai perjuangan hidup ini.
Semua
orang, saya rasa tahu tentang arti persahabatan itu, waloupun tak
semua merasakannya. Para pendahulu kita, orang tua misalnya, punya
segudang cerita dan kenangan terkait hal yang satu ini. Dan bagaimana
mereka menjadi lebih hidup, lebih bersemangat, karena orang-orang yang
dicintai selalu saling mendukung, memberi motivasi dalam perjalanan
hidup ini…
Mungkin
semua pengalaman tersebut dapat terwakili dalam kisah lima sahabat
dalam film “5 cm”. Film ini bercerita tentang persahabatan 5 mahasiswa
yang tetap awet sampai 10 tahun. Mereka antara lain Genta (Fedi Nuril), seorang jenius yang selalu membuat terobosan dlm mimpim-mimpinya, Ariel (Denny Sumargo), sahabat paling kekar yang tidak pernah ketinggalan “kecap”nya disetiap menu makanan, Riani (Raline syah), satu-satunya cewek dalam persahabatan ini, cantik, cerdas dan mimiliki kebiasaan “membajak” kuah mie temannya, Ian (Igor Saykoji), si gendut yang hobi banget maen game, makan mie, inilah yang membuat ia ketinggalan menyelesaikan kuliahnya, dan Zafran (Herjunot
Ali)yang mengaku paling keren, seorang seniman yang gila dengan puisi
dan syairnya. Yang menarik, usaha kerasnya mendekati cewek, Adinda (Pevita pearce) sebagai adek Ariel.
Genta
sebagai leader memiliki ide untuk berpisah sementara selama 3 bulan,
dan untuk merayakan reoninan pertemuan mereka kembali, petualangan
dimulai. Mahameru sebagai puncak tertinggi gunung Semeru, puncak
tertinggi pulau Jawa, menjadi tempat yang akan tak terlupakan sebagai
petualangan mereka. Disinilah sebenarnya inti cerita film ini, yaitu persahabatan, cinta, mimpi dan Nasionalisme.
Semuanya terwakili dalam statment motivasi sebelum mereka memulai pendakian,
“kita
perlu kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya (Genta), mata
yang akan menatap lebih lama daripada biasanya (Ian), leher yang akan
lebih sering melihat ke atas (Ariel), lapisan tekad yang seribu kali
lebih keras dari baja (Riani), hati yang akan bekerja lebih keras dari
biasanya (Zafran), serta mulut ayang akan selalu berdoa (Adinda).”
Ungkapan tersebut, dalam tackline lain diperkuat dengan,
“Setelah doa, maka disiplin yang akan membuat kita selamat”.
Wujud
sikap persahabatan meraka semakin terasa dalam setiap detik pendakian
menuju Mahameru. Beratnya medan dan minimnya pengalaman mereka, sangat
membutuhkan sikap yang sebenarnya dari sebuah persahabatan. Mereka
dituntut untuk tidak gengsi jika tak kuat melangkah lagi, dan sahabat
yang lainnya akan mendekat, menolong, memeluk, seperti ketika Ariel
merasa kedinginan yang hebat bagai tertusuk jarum. Seperti
ketika Zafran kakinya terluka, semua terluka, Ian yang hampir mati
terkena benturan runtuhan batu, semua terluka dan hampir putus asa.
Genta menyerahkan estafet leader kepada Zafran, untuk mencapai Mahameru. Dan Zafran mulai berorasi motivasi semangat dan puitis, “taruh puncak itu, dan kita semua di sini”,
biarkan mimpi itu menggantung, sambil meletak jari telunjuk di depan
kening dengan jarak 5 cm. Mimpi mencapai Mahameru semakin dekat, dan
luar biasa bahagianya mencapai puncak gunung Semeru, Mahameru. Mencapai
puncak sebagai simbol impian-impian mereka. Puncak dimana mereka sadar
akan kekayaan negeri, Indonesia, dan memacu untuk menjaga dengan segenap
kemampuan yang dimiliki. Puncak dimana mereka terkesima melihat
“lukisan alam”, mereka merasa kecil dan bersyukur oleh ciptaan sang
Pencipta yang Agung.
Tepat
tanggal 17 Agustus, seperti di sebagian besar puncak gunung di
Indonesia sering diadakan upacara bendera untuk memperingati hari
kemerdekaan, mereka berikrar dan bersumpah sebagai anak negeri dan
bangsa Indonesia. Sebagaimana ikrar semangat nasionalisme ala Ian;
“Saya
Ian, saya bangga bisa berada di sini bersama kalian semua… Saya akan
mencintai tanah ini seumur hidup saya,… saya akan menjaganya dengan
apapun yang saya punya, saya akan menjaga kehormatannya seperti saya
menjaga diri saya sendiri… Seperti saya akan selalu menjaga mimpi-mimpi
saya terus hidup bersama tanah air tercinta ini…… …yang berani nyela’
Indonesia… ribut sama gue..!”
Mereka
sadar bahwa mereka lahir dan besar makan dari tanah Indonesia, minum
dari air Indonesia, hidup dari kekayaan alam Indonesia. Hingga akhirnya,
Ian sadar dan membatalkan rencananya ingin meneruskan studi di
Manchester, England dan memutuskan melanjutkan hidup bersama Indoensia.
Dan sebenarnya, “perjalanan menuju Mahameru adalah perjalanan hati”, keyakinan yang kuat dan memandu menapaki hidup yang indah ini.
Refleksi
Ditengah derasnya produksi film horor-esekesek
di industri perfileman Indonesia, seperti film-film yang bertema
nasionalisme, sejarah dan kearifan lokal,“5 cm” juga ikut andil dalam
membasmi sisa-sisa kejayaan film-film horor indonesia dan kemegahan
film-film Barat. Syuting yang dilakukan di ketinggian 3.676 m dpl (di
atas permukaan laut), di puncak yang mendapat julukan Langit Pulau Jawa,
adalah pertama kali dalam film Indoensia. Dan yang jelas, film adalah
salah satu film bertama nasionalisme lain yang akan menambah rasa cinta
pada negeri ini.
Unsur
drama cinta segi empat oleh Genta, Riani, Zafran, Adinda dan unsur
comedy membuat cerita film ini romantis dan menghibur, meledakkan tawa
penonton. Cinta yang bersemi antar sahabat itu, berhasil membuat penasaran dan memunculkan ending yang tak terduga. Hal yang membuat lucu adalah gabungan unsur romantic-comedic,
seperti strategi-strategi Juplek atau Zafran dalam mendapatkan cinta
adinda, tapi malah ditanggapi kaku dan lugu. Hingga munculnya Happy
Salma, yang semula ada pada poster dan khayalan-khayalan Ian, menjadi
kenyataan di akhir cerita, ini sangat membuat geli (memang akhir-akhir
ini Happy Salam sering menjadi bintang tamu dalam film-film bagus
Indonesia).
Dan
saya memahami, itu merupakan jawaban tentang benar tidaknya mitos.
Dimana di lereng yang disebut “tanjakan cinta”, orang yang ketika
mendaki terus memikirkan orang yang dicintai, maka akan menjadi jodoh.
Itu mitosnya, bisa benar bisa salah. Jawaban itu dikemas ketika Juplek
memang tidak berjodoh dengan adinda, dan malah si gendut Ian yang
terwujud mimpinya menikahi Happy Salma, punya anak lagi,, aduh,, sekali
lagi geli.
Tapi
itulah comedy-nya, dari awal cerita unsur ini memang bigitu lekat. Dari
kebiasan masing-masing sahabat, perjuangan Ian menyelesaikan skripsi,
hingga adekan paling tegang pun akhirnya menjadi comedyc. Uh,,, sang sutradara memang begitu cerdas membawa emasi para penontonnya.
Saya
sendiri merefleksikan diri sebagai salah satu 5 sahabat tersebut,
seperti dalam kehidupan nyata. Dimana saya merasa selalu jadi Ian yang
banyak membutuhkan uluran tangan sahabat lainnya.
Banyak membutuhkan semangat, karena ketidak percayaan diri. Memang
benar, sahabat itu bagai satu jiwa, satu badan. Jika satu sakit, sakit
semua, satu jatuh, jatuh semua.
Tentang
kepercayaan diri, ini yang sebenarnya menjadi ruh dalam mencapai mimpi.
Dengan menyatukan semua indra ditambah doa dan kedisiplinan, selanjut
terserah Tuhan. Maka mimpi itu semakin dekat.
Donny
memang luar bisa sebagai pencipta cerita, begitu juga Rizal yang sukses
mengarahkan para pemain. Tapi yang menjadi catatan di sini, film yang
mirip dengan road-movie ini, jika kita membaca novelnya
terlebih dahulu, maka akan merasa terputus-putus ceritanya. Dan akan
kecewa dengan kurang lamanya perjuangan pendakian. Terkesan ingin cepat
sampai. Maka saya sarannya tonton filmnya dulu, jika memang hobi nonton
dan suka membaca novel.
Secara keseluruhan, patut diacungi dua jempol karya Rizal Mantovani ini..